13 Oktober 2009

Perdamaian Ala "Firdaus MuttaqiE"

Sebenarnya saya tidak tahu kalau ada ujian praktik kesenian. Saya tahu jika ada ujian praktik itu karena kebetulan saja. Sewaktu saya mau tiduran di bawah pohon bambu sebagaimana biasa bila tak ada pelajaran, saya lewat kelas belakang yang ada tumpukan berbagai alat musik. Lalu saya intip sebentar, eh ternyata satu persatu anak dipanggil masuk oleh tim guru, waktu itu Pak Kilam, Pak Tain dan Pak Triharso. Batin saya, “Matek aku, kok ndadak nganggo ujian praktik kesenian barang. Padahal aku iki babar blas gak iso memainkan alat musik.”
Karena besok pasti giliran saya tiba, maka saya pelototi satu per satu tumpukan alat musik tersebut. Dan aku senang sekali karena ternyata di bagian bawah saya lihat ada sebuah rebana. “Ini pasti alat musik paling mudah dan tidak perlu belajar karena tinggal gebuki saja”, kataku dalam batin.
Dan benar juga, teman-teman yang sedang melakukan ujian praktik musik ternyata belum ada yang mulus 100% lancar menggunakannnya, masih blekak-blekuk. Dan saya yakin pasti saya tidak akan mengalami sebagaimana yang dialami teman-teman karena rebana paling mudah dan tentu saja memainkan rebana suatu hal yang legal dan resmi sebagai alat ujian praktik musik.
Malamnya, saya di rumah menghafal syair lagu perdamaian dari Nasidaria, group musik kasidah dari Semarang yang tersohor itu. Ketika saya merasa sudah hafal betul seluruh syair lagu itu, maka dengan mantap saya memasuki ruangan ujian kesenian keesokan harinya. Sejak saya membuka pintu dan masuk ruangan, ketiga guru tersebut sudah senyam-senyum melihat kehadiran saya. Saya yakin benar karena mereka sudah tahu kalau saya memang nol puthul dalam bidang kesenian ini. Tatkala saya menghampiri tumpukan alat musik dan langsung mengambil rebana, maka meledaklah tawa ketiganya. Dan dengan penuh keyakinan saya bunyikan rebana tersebut sambil menyanyi lagu Perdamaian.
Lantas apa yang terjadi, baru satu bait lagu saya nyanyikan, saya langsung diminta berhenti melanjutkan ujian sambil masik menahan terpingkal-pingkalmnya. Saya diminta berhenti dan dinyatakan sudah cukup sambil terus tersenyum melihat apa yang telah saya lakukan dalam ujian praktik kesenian ini. Maka dari itu, saya sangat bersyukur group band Gigi melantunkan lagu Perdamaian dengan aransemen musik pop rock yang kebetulan saya juga senang aliran musik ini. Sehingga sampai sekarang pun saya terkadang masih menyanyikan lagu Perdamaian itu yang tentu saja versi Gigi, bukan Nasidaria.


Sekilat Info
Kita rupanya patut bersyukur karena banyak teman kita yang sekarang jadi Pembesar. Baik itu benar-benar pembesar dalam arti kata menduduki posisi yang strategis dalam proses pengambilan kebijakan publik maupun pembesar dalam arti “Perutnya Membesar”. Sehingga pembesar di sini bisa kita jadikan sebagai lambang kesuksesan teman-teman kita. Hal ini membuktikan bahwa teman kita hidupnya banyak yang mengalami kemajuan, paling tidak, minimal perutnya duluanlah ya. Lihat saja Abdus Syukur, Firdaus, Agus Efendi, Sugeng Hariyanto, Totok, falakim, Faqih, Lukman Hidayat, Abdullah Fathoni, Didik Subiyanto, Bandel dan masih banyal lagi. Kalau yang perempuan sih kita semua yakin pasti telah mengalami kemajuan perutnuya untuk beberapa kali. Apalagi dia sendiri atau pasangannya yang berprofesi guru yang vbenar-benar menghayati perannya sebagai guru. Bahkan yang dulu pendek ipel-ipel kok sekarang bisa jadi gedhe dan botak lagi. Lihat saja Koko yang sekarang jadi marinir di Surabaya, bambang Gunarko, Suryadi yang ahli komputer, Gonggo dan sebagainya. Melihat perkembangan sekarang ini, sepertinya ada beberapa ciri khas di antara kita bila bertemu, pertama, sudah hampir semuanya meninggalkan dunia hitam. Artinya rambutnya sudah banyak yang putih, bahkan banyak yang tidak ada lagi rambut hitamnya.
Kedua, namanya jadi AGUS, agak gundul sedikit, alias botak. Ada tiga karakter kebotakan yang menunjukkan siapa jati dirinya. Bila botaknya di depan berarti dia orang yang senantiasa berpikir. Bila botaknya di belakang, maka berarti dia orangnya pinter. Dan apabila botaknya dari depan sampai belakang, maka berarti dia pikir dirinya pinter.
Ketiga, banyak teman kita yang jadi pembesar, baik lokal yaitu cuma perutnya doang maupun besar badannya secara keseluruhan. Sehingga banyak di antara kita yangt benar-benar tak mengenali lagi teman kita gara-gara badannya sudah “njeblos”. Ini terjadi pada semuanya, baik yang laki maupun yang perempuan.
Keempat, perubahan wajah yang terkadang sangat jauh dari kondisi sewaktu kita masih bersama-sama. Tentu saja ini sebuah kewajaran karena sudah berusia dekati setengah abad serta sudah banyak tenaganya yang terkuras untuk menikmati hidup ini. Apalagi tidak sedikit di antara kita yang sudah menjadi kakek atau pun nenek. Padahal, pada saat yang sama rata-rata teman-temannya baru menguliahkan atau bahkan masih duduk di bangku SMA anak pertamanya.

Tidak ada komentar: