20 November 2009

KIRIMAN TEMAN KITA (FAQIH ZUHDI SYUHADA)



JAKARTA (bisnis.com):
Lemahnya sistem karantina di Indonesia banyak dimanfaatkan negara asing untuk kepentingan ekonomi melalui penyebaran virus penyakit menular pada hewan dan tanaman.

Ketua Asosiasi Masyarakat Karantina Indonesia (Astina) Faqih Zuhdi Syuhada mengatakan perlunya mewaspadai sistem karantina yang diberlakukan pemerintah terhadap produk asing dari kemungkinan membawa virus adalah belajar dari masuknya virus flu burung.

"Akibatnya kita pun harus mengimpor daging unggas dari luar negeri untuk kebutuhan domestik. Berjuta-juta unggas terpaksa dimusnahkan. Belum lagi negara harus menanggung biaya pembelian serum flu burung yang harganya sangat mahal," ujar Faqih dalam diskusi hari ini.

Selain virus tersebut, katanya, masih banyak virus dan hama penyakit yang masuk dari luar negeri seperti virus flu babi, penyakit sapi gila serta hama pada beberapa tumbuhan. Kerugian yang diderita Indonesia akibat lemahnya sitem karantina sering kali menjadi keuntungan tidak langsung bagi negara tertentu.

Kendati tidak menyebutkan nama negaranya, Faqih menyebutkan sejumlah negara dapat meningkatkan ekspornya ke Indonesia setelah terjadinya wabah penyakit tumbuhan atau virus hewan. Faqih mencontohkan apel Soe yang terkenal dari Nusa Tenggara Timur sebelum era tahun delapan puluhan. Tetapi apel tersebut kini sudah tidak tumbuh di provinsi tersebut akibat terserang hama ganas pada 1984.

"Anehnya apel Soe kemudian terlihat menjadi komoditas ekspor dan banyak tumbuh di Australia," katanya.

Dia menambahkan dengan kemajuan bioteknologi maka tanaman dan hewan bisa dibawa dalam bentuk sel. Dengan demikian UU Nomor 16/1992 harus segera diperbarui. Jika hanya mengandalkan Undang-undang tersebut maka petugas karantina akan kesulitan mendeteksi keluar dan masuk tanaman dan hewan.

"Undang-undang Nomor 16/1992 tidak sedikit pun mengatur tentang keberadaan Badan Karantina Pertanian (BKP) sebagai penyelengara fungsi karantina." (tw)


Tidak ada komentar: